PERAN
PENDIDIKAN NON FORMAL DALAM MEMBANGUN NILAI-NILAI NASIONALISME
SITI
KALIMAH
FIP
Universitas Negeri Yogyakarta
Abstract
Identitas bangsa Indonesia tidak
terlepas dari keberadaan bangsa Indonesia yang Bhineka. Oleh karena itu
identitas bangsa Indonesia sangat terkait dengan identitas etnis yang merupakan
fondasi bangunan bangsa Indonesia. Tidak lepas bahwa nasionalisme bangsa itu
merupakan suatu kebudayaan. Tak lain lagi bila nilai-nilai nasionalisme dapat
muncul dari pendidikan karakter yang di dalamnya terdapat pembelajaran tentang
moral. Moral seseorang akan baik apabila
dilakukan pembiasaan baik yang
menyangkut kepribadian seseorang. Paradigma pendidikan masa sekarang yang
sangat kita butuhkan adalah keseimbangan antara pembinaan intelek, emosi dan
spirit. Kalau seluruh bangsa berkehendak untuk mengembalikan suasana persatuan
dan kesatuan bangsa yang kondusif dan patriotik, maka sangatlah urgen untuk
menata kembali politik pendidikan nasional. Tingkatkan dan kembangkan kembali
pendidikan politik bangsa yang patriotis, agamis, ideologis, dan berjiwa
optimis.
A.
Pendahuluan
Dalam
perubahan zaman di era globalisasi, seluruh aspek kehidupan tergoyahkan secara
mudah, hingga daya adaptif kita sebagai suatu bangsa dalam suatu sistem
sangat terpengaruh oleh perubahan, perubahan yang sangat cepat (http://www.setneg.go.id/index.php?Itemid=219&id=2252&option=com_content&task=view).
Begitu juga dengan dunia pendidikan. Mau tidak
mau segala perubahan, baik dari perubahan tingkah laku, inovasi, asimilasi maupun
akulturasi akan mendorong pada masyarakat untuk menerimanya. Berbagai tuntutan
zaman sangat kuat di rasakan oleh masyarakat, terutama masyarakat madani.
Era
reformasi telah bergulir selama 10 tahun lebih, tetapi kondisi bangsa belum
menunjukkan harapan rakyat. Kondisi ideologis dan isu-isu keamanan nasional
masih melanda di berbagai daerah, ekonomi makro belum sepenuhnya stabil.
Tingginya angka pengangguran dan kemiskinan masih mewarnai kondisi bangsa ini.
Tingginya angka
kemiskinan di Indonesia memicu timbulnya aktifitas yang melawan hukum seperti
penindasan, kekuasaan dan diskriminasi. Demikian pula memudarnya rasa
nasionalisme yang ditandai dengan masih banyaknya anak bangsa yang mengutamakan
kepentiingan pribadi, kelompok atau golongan daripada kepentingan bangsa dan
negara, hingga memungkinkan timbulnya disintegrasi bangsa yang mengancam
keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, meningkatnya kemiskinan,
terusiknya rasa keadilan dan memudarnya semangat nasionalisme. (http://atnike.multiply.com/journal/item/4/Pendidikan_Nonformal_Mencari_Jawaban_terhadap_Kebutuhan_Pendidikan_Masa_Depan).
Pemahaman
nilai-nilai nasionalisme di masyarakat sangat dipengaruhi oleh kondisi masyarakat.
Masyarakat yang lapar serta merasa termarginalkan akan sulit untuk peduli
terhadap masalah bangsa. Merekacenderung mengutamakan pemenuhan kebutuhan
hidupnya daripada memikirkan bangsa yang belum bisa mengubah kehidupannya
menjadi lebih baik. Hal ini memang harus mendapatkan perhatian serius dari
semua pihak terutama pemerintah yang memiliki kewenangan untuk memberi solusi yang
tepat guna mengatasi kemiskinan sekaligus meningkatkan semangat nasionalisme.
Dalam kondisi
yang labil seperti ini masyarakat dengan gampangnya menggunakan kesempatannya
untuk berbagai kepentingannya. Begitu juga pada masyarakat yang masih rendah
pendidikannya akan terjadi kesenjangan pada emosionalnya maupun kehidupannya.
Pendek kata bagi kita yang menyadari
akan pentingnya hidup berbangsa dan bernegara
alangkah baiknya untuk merevisi berbagai sikap dan tingkah laku yang
telah menyimpang dari norma maupun moral.
B.
Pembahasan
1.
Pendidikan
Non Formal
"Setiap
orang berhak memperoleh pendidikan. Pendidikan harus dengan cuma-cuma, setidak-tidaknya
untuk tingkatan sekolah rendah dan pendidikan dasar. Pendidikan rendah harus
diwajibkan. Pendidikan teknik dan kejuruan secara umum harus terbuka bagi semua
orang dan pendidikan tinggi harus dapat dimasuki dengan cara yang sama,
berdasarkan kepantasan." (Pasal 26 ayat 1 Deklarasi Universal Hak Asasi
Manusia). Pendidikan Non Formal sangat leluasa untuk diterapkan pada berbagai
masyarakat. Tidak memandang usia dalam pendidikannya.
Pada akhirnya
masyarakat yang bisa membangun kesadaran manipulatif pendidikan yang berbasis kemampuan
intelektual, skill, maupun prestise. Proses belajar bagi anak (manusia)
sebetulnya tidak dibatasi hanya oleh institusi sekolah. Sejak dilahirkan, anak
mengalami proses belajar bersama dengan lingkungannya. Institusi sekolah
seharusnya berfungsi sebagai sarana atau alat dalam proses belajar. Namun,
dalam kenyataan, sekolah justru mendominasi gagasan tentang pendidikan bagi
masyarakat. Gagasan dan praktik sekolah tersebut telah melahirkan ketidaksetaraan
ketika tidak semua orang bisa mengakses
pendidikan sekolah.
Sebenarnya
bentuk-bentuk pendidikan luar sekolah (pendidikan nonformal) sendiri telah dikenal sejak lama. RA Kartini,
misalnya, memulai pendidikan kepada kaum perempuan di luar sekolah dengan
materi pendidikan selain baca-tulis, juga keterampilan yang dibutuhkan kaum
perempuan saat itu. Ki Hajar Dewantara bahkan secara keras menentang
stigmatisasi pemerintah kolonial Belanda terhadap sekolah-sekolah pergerakan
yang dicap sebagai sekolah liar. Karena itu, dia membangun Taman Siswa sebagai
suatu proses belajar bersama kaum pribumi yang saat itu tidak bisa mengakses
pendidikan formal, dengan mengembangkan nilai-nilai nasionalisme antipenjajahan
yang dibutuhkan masyarakat terjajah pada saat itu menggunakannya. Dasar pendidikan adalah “aktivitas” dengan
tujuan “melahirkan dan memupuk semangat bekerja dan percaya kepada diri sendiri
(self help).”
2.
Nasionalisme
Sering kali kita
dengar definisi nasionalisme yang selalu tumpang tindih dan menyimpang pada
sikap dan perilaku bangsa. Namun, pernyataan tersebut agak kabur. Hendaknya
kita perlu soroti dan melangkah lebih
jauh lagi serta menetapkan sasaran yang tepat. Nasionalisme adalah suatu
gerakan ideologis untuk mencapai dan mempertahankan otonomi, kesatuan dan
identitas bagi suatu populasi, yang sejumlah anggotanya bertekad untuk
membentuk suatu “bangsa” yang aktual atau “bangsa” yang potensial (Smith,
2003:11). Sumber yang sama juga menyebutkan sesungguhnya, setiap nasionalisme
mengejar sasaran identitas nasional ini dalam tingkatan yang berbeda-beda.
Tetapi akan selalu kembali pada ideal bangsa itu sendiri .
Nasionalisme
Indonesia adalah gejala historis yang tidak dapat dilepaskan dari pengaruh
kekuasaan kolonialisme Barat (Utomo, 1995: 21). Dalam sumber yang sama
menyebutkan bahwa nasionalisme Indonesia secara umum bertujuan ke dalam
memperhebat nation building dan charakter building sesuai dengan
falsafah dan pandangan hidup bangsa .
Nasionalisme
Indonesia tidak bisa di samakan dengan nasionalisne Bangsa Barat, melainkan
nasionalisme Indonesia ini berlandaskan pada asas Pancasila. Bahwasanya
nasionalisme berisikan dari nilai-nilai Pancasila (Kumalasari, 2008: No.XXII,
Vo.1).
Bahasan
dari nasionalisme ini tidak bisa dipisahkan dengan karakter bangsa dan
patriotisme. Dapat disebutkan bahwa aktualisasi dari nasionalisme pada dasarnya
terapan dari semangat cinta tanah air. Misalnya bangsa lain menjajah negara
kita dan ingin memiliki bagian dari bangsa kita, dengan tekad yang kuat pasti
kita akan merebutnya kembali. Itu salah satu dari wujud cinta tanah air
terhadap Indonesia.
3.
Membangun
Nasionalisme dari Identitas Etnis
Budaya
Indonesia yang beraneka ragam masing-masing mempunyai nilai-nilai serta
kekuatannya sendiri yang dapat disumbangkan kepada terbentuknya kebudayaan
nasional dan dengan demikian identitas nasional. Betapa besarnya peranan pendidikan
non formal dalam arti yang luas dalam membina persatuan nasional berdasarkan
kebudayaan etnis.
Di dalam
perubahan kebudayaan dunia, dewasa ini di tengah-tengah pusaran arus
globalisasi perlu segera dirumuskan dan dilaksanakan politik kebudayaan yang afirmatif
agar kebudayaan nasional Indonesia tidak dirongrong oleh kebudayaan global yang
dapat mematikan kebudayaan nasional terutama pada generasi muda (Tilaar, 2007:
156). Semangat kebangsaan tidak lagi terletek pada pewarisan nilai dan
formulasi struktural, melainkan kesadaran sebagai anak bangsa sesuai tuntutan
zamannya (Heryanto, 1996: 23).
Dengan
demikian pendidikan politik khususnya dapat menjadi proses penurunan nilai-nilai dan norma-norma
dasar dari ideologi suatu negara yang dilakukan dengan sadar, terorganisir, dan
berencana dan berlangsung kontinyu dari satu generasi kepada generasi
berikutnya dalam rangka membangun watak bangsa (national character building) (http://www.setneg.go.id/index.php?Itemid=219&id=2252&option=com_content&task=view).
Nilai-nilai yang
dimaksud adalah nilai-nilai Pancasila, tiada lain merupakan cerminan hati
nurani dan sifat khas karakteristik bangsa, bukanlah nilai-nilai yang secara
hakiki lahir pada saat kemerdekaan, melainkan telah tumbuh dan berkembang
melalui proses sejarah yang panjang. Nilai ini berasal dari kodrat budaya dan
menjadi milik seluruh rakyat. Hal ini tercermin dalam watak, kepribadian,
sikap, dan tingkah laku bangsa Indonesia.
Fungsi
pendidikan berbasis politik yaitu untuk memberikan isi dan arah serta
pengertian kepada proses penghayatan nilai-nilai yang sedang berlangsung. Ini
berarti bahwa pendidikan politik menekankan kepada usaha pemahaman tentang
nilai-nilai yang etis normatif, yaitu dengan menanamkan nilai-nilai dan
norma-norma yang merupakan landasan dan motivasi bangsa Indonesia serta dasar
untuk membina dan mengembangkan diri guna ikut serta berpartisipasi dalam
kehidupan pembangunan bangsa dan negara.
C. Kesimpulan
Secara spesifik
bahwa Pendidikan Non formal memiliki peran yang amat penting bagi masyarakat
guna menanamkan nilai-nilai nasionalisme. Dalam membangun nilai nasionalisme
dapat diterapkan pendidikan karakter dimana
terkandung pengetahuan moral, perasaan moral dan tindakan/perbuatan
moral. Dengan adanya moral tersebut bertujuan untuk membangun bangsa yang
kompeten, bangsa yang berkeinginan dan menjadi pembiasaan yang baik.
Cakupan
mengenai moral yaitu:
1.
Dapat
dipercaya meliputi sifat jujur (honesty)
dan integritas .
2.
Memperlakukan
orang lain dengan hormat.
3.
Bertanggung
jawab.
4.
Adil
.
5.
Kasih
sayang , dan
6.
Menjadi
warga negara yang baik .
Daftar Pustaka
“Pendidikan
Nonformal: Mencari Jawaban terhadap Kebutuhan Pendidikan Masa Depan”. Tersedia
pada http://atnike.multiply.com/journal/item/4/Pendidikan_Nonformal_Mencari_Jawaban_terhadap_Kebutuhan_Pendidikan_Masa_Depan. Diakses pada tanggal 16 Mei 2010.
Heryanto, A.
(Ed). 1996. Nasionalisme Refleksi Krisis
Kaum Ilmuwan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Kumalasari, Dyah. 2008. ”Pendidikan Sejarah dan
Nasionalisme”. Dalam Cakrawala
Pendidikan, Februari 2008, No.XXII, Vo.1
Smith, Anthony D.
2003. Nasionalisme Teori,
Ideologi, Sejarah. Jakarta: Erlangga.
Sumantri,
Endang. “Upaya Membangkitkan Nasionalisme Melalui Pendidikan”. Tersedia pada http://www.setneg.go.id/index.php?Itemid=219&id=2252&option=com_content&task=view.
Diakses
pada tanggal 16 Mei 2010.
Tilaar,
H.A.R. 2007. Mengindonesia Etnisitas Dan Identitas Bangsa Indonesia. Jakarta:
Rineka Cipta.
Utomo, Cipto B.
1995. Dinamika Pergerakan Kebangsaan
Indonesia dari Kebangkitan Hingga Kemerdekaan. Semarang: IKIP Semarang
Press.
0 komentar:
Posting Komentar