Selasa, 15 Mei 2012

Jurnal Milik Kuuu


PERAN PENDIDIKAN NON FORMAL DALAM MEMBANGUN NILAI-NILAI NASIONALISME

SITI KALIMAH
FIP Universitas Negeri Yogyakarta
Abstract
Identitas bangsa Indonesia tidak terlepas dari keberadaan bangsa Indonesia yang Bhineka. Oleh karena itu identitas bangsa Indonesia sangat terkait dengan identitas etnis yang merupakan fondasi bangunan bangsa Indonesia. Tidak lepas bahwa nasionalisme bangsa itu merupakan suatu kebudayaan. Tak lain lagi bila nilai-nilai nasionalisme dapat muncul dari pendidikan karakter yang di dalamnya terdapat pembelajaran tentang moral.  Moral seseorang akan baik apabila dilakukan pembiasaan  baik yang menyangkut kepribadian seseorang. Paradigma pendidikan masa sekarang yang sangat kita butuhkan adalah keseimbangan antara pembinaan intelek, emosi dan spirit. Kalau seluruh bangsa berkehendak untuk mengembalikan suasana persatuan dan kesatuan bangsa yang kondusif dan patriotik, maka sangatlah urgen untuk menata kembali politik pendidikan nasional. Tingkatkan dan kembangkan kembali pendidikan politik bangsa yang patriotis, agamis, ideologis, dan berjiwa optimis.
A.      Pendahuluan
Dalam perubahan zaman di era globalisasi, seluruh aspek kehidupan tergoyahkan secara mudah, hingga daya adaptif kita sebagai suatu bangsa dalam suatu sistem sangat terpengaruh oleh perubahan, perubahan yang sangat cepat (http://www.setneg.go.id/index.php?Itemid=219&id=2252&option=com_content&task=view).
 Begitu juga dengan dunia pendidikan. Mau tidak mau segala perubahan, baik dari perubahan tingkah laku, inovasi, asimilasi maupun akulturasi akan mendorong pada masyarakat untuk menerimanya. Berbagai tuntutan zaman sangat kuat di rasakan oleh masyarakat, terutama masyarakat madani.
Era reformasi telah bergulir selama 10 tahun lebih, tetapi kondisi bangsa belum menunjukkan harapan rakyat. Kondisi ideologis dan isu-isu keamanan nasional masih melanda di berbagai daerah, ekonomi makro belum sepenuhnya stabil. Tingginya angka pengangguran dan kemiskinan masih mewarnai kondisi bangsa ini.
Tingginya angka kemiskinan di Indonesia memicu timbulnya aktifitas yang melawan hukum seperti penindasan, kekuasaan dan diskriminasi. Demikian pula memudarnya rasa nasionalisme yang ditandai dengan masih banyaknya anak bangsa yang mengutamakan kepentiingan pribadi, kelompok atau golongan daripada kepentingan bangsa dan negara, hingga memungkinkan timbulnya disintegrasi bangsa yang mengancam keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, meningkatnya kemiskinan, terusiknya rasa keadilan dan memudarnya semangat nasionalisme. (http://atnike.multiply.com/journal/item/4/Pendidikan_Nonformal_Mencari_Jawaban_terhadap_Kebutuhan_Pendidikan_Masa_Depan).
Pemahaman nilai-nilai nasionalisme di masyarakat sangat dipengaruhi oleh kondisi masyarakat. Masyarakat yang  lapar  serta merasa termarginalkan akan sulit untuk peduli terhadap masalah bangsa. Merekacenderung mengutamakan pemenuhan kebutuhan hidupnya daripada memikirkan bangsa yang belum bisa mengubah kehidupannya menjadi lebih baik. Hal ini memang harus mendapatkan perhatian serius dari semua pihak terutama pemerintah yang memiliki kewenangan untuk memberi solusi yang tepat guna mengatasi kemiskinan sekaligus meningkatkan semangat nasionalisme.
Dalam kondisi yang labil seperti ini masyarakat dengan gampangnya menggunakan kesempatannya untuk berbagai kepentingannya. Begitu juga pada masyarakat yang masih rendah pendidikannya akan terjadi kesenjangan pada emosionalnya maupun kehidupannya. Pendek kata  bagi kita yang menyadari akan pentingnya hidup berbangsa dan bernegara  alangkah baiknya untuk merevisi berbagai sikap dan tingkah laku yang telah menyimpang dari norma maupun moral.

B.       Pembahasan
1.      Pendidikan Non Formal
"Setiap orang berhak memperoleh pendidikan. Pendidikan harus dengan cuma-cuma, setidak-tidaknya untuk tingkatan sekolah rendah dan pendidikan dasar. Pendidikan rendah harus diwajibkan. Pendidikan teknik dan kejuruan secara umum harus terbuka bagi semua orang dan pendidikan tinggi harus dapat dimasuki dengan cara yang sama, berdasarkan kepantasan." (Pasal 26 ayat 1 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia). Pendidikan Non Formal sangat leluasa untuk diterapkan pada berbagai masyarakat. Tidak memandang usia dalam pendidikannya.
Pada akhirnya masyarakat yang bisa membangun kesadaran manipulatif  pendidikan yang berbasis kemampuan intelektual, skill, maupun prestise. Proses belajar bagi anak (manusia) sebetulnya tidak dibatasi hanya oleh institusi sekolah. Sejak dilahirkan, anak mengalami proses belajar bersama dengan lingkungannya. Institusi sekolah seharusnya berfungsi sebagai sarana atau alat dalam proses belajar. Namun, dalam kenyataan, sekolah justru mendominasi gagasan tentang pendidikan bagi masyarakat. Gagasan dan praktik sekolah tersebut telah melahirkan ketidaksetaraan  ketika tidak semua orang bisa mengakses pendidikan sekolah.
Sebenarnya bentuk-bentuk pendidikan luar sekolah (pendidikan nonformal) sendiri  telah dikenal sejak lama. RA Kartini, misalnya, memulai pendidikan kepada kaum perempuan di luar sekolah dengan materi pendidikan selain baca-tulis, juga keterampilan yang dibutuhkan kaum perempuan saat itu. Ki Hajar Dewantara bahkan secara keras menentang stigmatisasi pemerintah kolonial Belanda terhadap sekolah-sekolah pergerakan yang dicap sebagai sekolah liar. Karena itu, dia membangun Taman Siswa sebagai suatu proses belajar bersama kaum pribumi yang saat itu tidak bisa mengakses pendidikan formal, dengan mengembangkan nilai-nilai nasionalisme antipenjajahan yang dibutuhkan masyarakat terjajah pada saat itu  menggunakannya.  Dasar pendidikan adalah “aktivitas” dengan tujuan “melahirkan dan memupuk semangat bekerja dan percaya kepada diri sendiri (self help).
2.      Nasionalisme
Sering kali kita dengar definisi nasionalisme yang selalu tumpang tindih dan menyimpang pada sikap dan perilaku bangsa. Namun, pernyataan tersebut agak kabur. Hendaknya kita perlu soroti dan melangkah  lebih jauh lagi serta menetapkan sasaran yang tepat. Nasionalisme adalah suatu gerakan ideologis untuk mencapai dan mempertahankan otonomi, kesatuan dan identitas bagi suatu populasi, yang sejumlah anggotanya bertekad untuk membentuk suatu “bangsa” yang aktual atau “bangsa” yang potensial (Smith, 2003:11). Sumber yang sama juga menyebutkan sesungguhnya, setiap nasionalisme mengejar sasaran identitas nasional ini dalam tingkatan yang berbeda-beda. Tetapi akan selalu kembali pada ideal bangsa itu sendiri .
Nasionalisme Indonesia adalah gejala historis yang tidak dapat dilepaskan dari pengaruh kekuasaan kolonialisme Barat (Utomo, 1995: 21). Dalam sumber yang sama menyebutkan bahwa nasionalisme Indonesia secara umum bertujuan ke dalam memperhebat nation building dan charakter building sesuai dengan falsafah dan pandangan hidup bangsa .
Nasionalisme Indonesia tidak bisa di samakan dengan nasionalisne Bangsa Barat, melainkan nasionalisme Indonesia ini berlandaskan pada asas Pancasila. Bahwasanya nasionalisme berisikan dari nilai-nilai Pancasila (Kumalasari, 2008: No.XXII, Vo.1).
Bahasan dari nasionalisme ini tidak bisa dipisahkan dengan karakter bangsa dan patriotisme. Dapat disebutkan bahwa aktualisasi dari nasionalisme pada dasarnya terapan dari semangat cinta tanah air. Misalnya bangsa lain menjajah negara kita dan ingin memiliki bagian dari bangsa kita, dengan tekad yang kuat pasti kita akan merebutnya kembali. Itu salah satu dari wujud cinta tanah air terhadap Indonesia.
3.    Membangun Nasionalisme  dari  Identitas  Etnis
Budaya Indonesia yang beraneka ragam masing-masing mempunyai nilai-nilai serta kekuatannya sendiri yang dapat disumbangkan kepada terbentuknya kebudayaan nasional dan dengan demikian identitas nasional. Betapa besarnya peranan pendidikan non formal dalam arti yang luas dalam membina persatuan nasional berdasarkan kebudayaan etnis.
Di dalam perubahan kebudayaan dunia, dewasa ini di tengah-tengah pusaran arus globalisasi perlu segera dirumuskan dan dilaksanakan politik kebudayaan yang afirmatif agar kebudayaan nasional Indonesia tidak dirongrong oleh kebudayaan global yang dapat mematikan kebudayaan nasional terutama pada generasi muda (Tilaar, 2007: 156). Semangat kebangsaan tidak lagi terletek pada pewarisan nilai dan formulasi struktural, melainkan kesadaran sebagai anak bangsa sesuai tuntutan zamannya (Heryanto, 1996: 23).
 Dengan demikian pendidikan politik khususnya dapat menjadi  proses penurunan nilai-nilai dan norma-norma dasar dari ideologi suatu negara yang dilakukan dengan sadar, terorganisir, dan berencana dan berlangsung kontinyu dari satu generasi kepada generasi berikutnya dalam rangka membangun watak bangsa (national character building) (http://www.setneg.go.id/index.php?Itemid=219&id=2252&option=com_content&task=view).
Nilai-nilai yang dimaksud adalah nilai-nilai Pancasila, tiada lain merupakan cerminan hati nurani dan sifat khas karakteristik bangsa, bukanlah nilai-nilai yang secara hakiki lahir pada saat kemerdekaan, melainkan telah tumbuh dan berkembang melalui proses sejarah yang panjang. Nilai ini berasal dari kodrat budaya dan menjadi milik seluruh rakyat. Hal ini tercermin dalam watak, kepribadian, sikap, dan tingkah laku bangsa Indonesia.
Fungsi pendidikan berbasis politik yaitu untuk memberikan isi dan arah serta pengertian kepada proses penghayatan nilai-nilai yang sedang berlangsung. Ini berarti bahwa pendidikan politik menekankan kepada usaha pemahaman tentang nilai-nilai yang etis normatif, yaitu dengan menanamkan nilai-nilai dan norma-norma yang merupakan landasan dan motivasi bangsa Indonesia serta dasar untuk membina dan mengembangkan diri guna ikut serta berpartisipasi dalam kehidupan pembangunan bangsa dan negara.
C.  Kesimpulan
Secara spesifik bahwa Pendidikan Non formal memiliki peran yang amat penting bagi masyarakat guna menanamkan nilai-nilai nasionalisme. Dalam membangun nilai nasionalisme dapat diterapkan pendidikan karakter dimana  terkandung pengetahuan moral, perasaan moral dan tindakan/perbuatan moral. Dengan adanya moral tersebut bertujuan untuk membangun bangsa yang kompeten, bangsa yang berkeinginan dan menjadi pembiasaan yang baik.
Cakupan mengenai moral yaitu:
1.         Dapat dipercaya  meliputi sifat jujur (honesty) dan integritas .
2.         Memperlakukan orang lain dengan hormat.
3.         Bertanggung jawab.
4.         Adil .
5.         Kasih sayang , dan
6.         Menjadi warga negara yang baik .

Daftar Pustaka

“Pendidikan Nonformal: Mencari Jawaban terhadap Kebutuhan Pendidikan Masa Depan”. Tersedia pada http://atnike.multiply.com/journal/item/4/Pendidikan_Nonformal_Mencari_Jawaban_terhadap_Kebutuhan_Pendidikan_Masa_Depan. Diakses pada tanggal 16 Mei 2010.
Heryanto, A. (Ed). 1996. Nasionalisme Refleksi Krisis Kaum Ilmuwan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Kumalasari, Dyah. 2008. ”Pendidikan Sejarah dan Nasionalisme”. Dalam Cakrawala Pendidikan, Februari 2008, No.XXII, Vo.1
Smith,  Anthony D.  2003. Nasionalisme Teori, Ideologi, Sejarah. Jakarta: Erlangga.

Sumantri, Endang. “Upaya Membangkitkan Nasionalisme Melalui Pendidikan”. Tersedia pada http://www.setneg.go.id/index.php?Itemid=219&id=2252&option=com_content&task=view. Diakses pada tanggal 16 Mei 2010.

Tilaar, H.A.R.  2007. Mengindonesia Etnisitas Dan Identitas Bangsa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.

Utomo, Cipto B. 1995. Dinamika Pergerakan Kebangsaan Indonesia dari Kebangkitan Hingga Kemerdekaan. Semarang: IKIP Semarang Press.


0 komentar:

Posting Komentar