Selasa, 29 Mei 2012

Andragogi; Pendidikan Orang Dewasa


1336012178313358497
                  Ilustrasi/Admin (Shutterstock)

Dalam kesempatan obrolan dengan orang yang lebih tua, sering kita jumpai kalimat, “Halah, saya ini sudah tua, sudah nggak paham kalau disuruh belajar”. Sehingga, banyak yang mengira bahwa orang dewasa sudah tidak potensial lagi untuk belajar, tapi kenyataannya tidaklah demikian. Orang dewasa masih berpotensi, tergantung pada metode yang diterapkan dalam belajar dan mengajar si orang dewasa tersebut.
Dalam kesempatan lain, mungkin pernah juga kita jumpai kalimat, “Halah, kamu ini masih kecil, tahu apa? Saya lebih paham”. Orang dewasa umumnya telah memiliki kematangan konsep dan berpengalaman (termasuk pengalaman berbuat salah). Secara psikologis, memiliki kecenderungan ingin dipandang, dihargai dan diperlakukan sebagai pribadi yang independen telah mampu melaksanakan konsepnya itu. Orang dewasa merasa telah memiliki jatidiri dan telah menjadi “dirinya”. Karenanya, akan sulit bagi kita untuk merobohkan konsepnya yang telah tertanam bertahun-tahun, bila tidak disertai bukti dan cara pemberian pemahaman yang tepat atas konsepnya itu.
Dua paragraf di atas adalah contoh, sebagai dasar munculnya konsep mendidik orang dewasa yang dikenal dengan Andragogi, yaitu proses untuk melibatkan peserta didik dewasa ke dalam suatu struktur pengalaman belajar. Semula cara mendidik orang dewasa disamakan dengan cara mendidik anak-anak di bangku pendidikan formal (pedagogi). Akan tetapi, terdapat perbedaan penting antara orang dewasa dan anak-anak, sehingga andragodi terpisah menjadi ilmu sendiri. Istilah andragogi ini awalnya digunakan oleh Alexander Kapp, seorang pendidik dari Jerman, di tahun 1833, dan kemudian dikembangkan menjadi teori pendidikan orang dewasa oleh pendidik Amerika Serikat, Malcolm Knowles [wikipedia.com].
Dalam andragogi, mendidik bukan berarti menggurui, bukan mengisi mereka dengan pengetahuan tapi sebagai bentuk kerjasama saling meningkatkan pengetahuan, dan menempatkan orang dewasa sebagai subjek bukan objek. Andragogi mempelajari sifat fisik, psikis dan karakter orang dewasa.
Secara filosofis, Konfusius mengemukakan tiga hal penting terkait dengan fisik dan psikis manusia, antara lain : “saya dengar dan saya lupa, saya lihat dan saya ingat, saya lakukan dan saya mengerti”. Artinya, mejadikan orang dewasa terlibat langsung secara fisik dan emosional akan memudahkan tersampaikannya pesan yang kita maksud.
Meskipun variatif dan cara mengekspresikan emosinya berbeda-beda, kelemahan orang dewasa adalah mudah tersinggung. Sangat penting untuk menjadikan orang dewasa jangan tersinggung dengan menghindari perilaku merendahkan, mengecewakan dan mempermalukan. Orang dewasa justru akan senang bila dimotivasi dan dibuat senang. Sikap menghargai ini, akan memudahkan masuknya pesan yang ingin disampaikan.
Orang dewasa tidak menyukai hal-hal teoritis dan cenderung menyukai sesuatu yang praktis sesuai peran sosialnya (pekerjaan, tanggung jawab, kebutuhan). Andragogi biasanya dimanfaatkan oleh profesi yang bersentuhan langsung dengan masyarakat seperti penyuluh, fasilitator, motivator, politikus dan profesi lain.
Barangkali secara personal kita pernah gagal mempengaruhi orang dewasa atau yang lebih dewasa dari usia kita, agar orang tersebut mau melakukan sesuatu. Kemungkinan jawabannya adalah kita belum memahami kondisi fisik, psikis dan karakter orang dewasa. Setelah memahami orang dewasa, penting juga bagi kita untuk belajar berinteraksi sesuai yang dikemukakan oleh James Borg dalam kutipan bukunya yang berjudul Buku Pintar Memahami Bahasa Tubuh, bahwa “bukan tentang apa yang anda katakan, tetapi bagaimana cara mengatakannya”.http://edukasi.kompasiana.com/2012/05/02/andragogi-pendidikan-orang-dewasa/

0 komentar:

Posting Komentar